Skip to main content

OSPEK DIANTARA BULLYING DAN CARA BERFIKIR SISWA

Ospek sudah tidak asing lagi di telinga kita, yang artinya adalah sebuah kegiatan acara orientasi bagi mahasiswa sebelum memasuki masa perkuliahan aktif dengan tujuan memperkenalkan lingkungan kampus pada mahasiswa baru. Akhir-akhir ini dan sejak beberapa tahun yang lalu, kegiatan ini menyisakan perdebatan antara pro dan kontra. Ada beberapa alasan yang besar dimana kegiatan ini menjadi sebuah momentum urgent yang seharusnya di tata lebih hati-hati. Sedangkan dilain sisi Ospek menjadi ide awal sebagai tradisi yang dianggap sebagai pemerataan berfikir dan pembangunan yang bersifat mental dan moral.

Ada yang berpendapat bahwa Ospek adalah transisi dimana karekter manusia harus dilakukan upgrade sebagai penyesuaian pada lingkungan baru secara drastis. Ada juga yang berpendapat bahwa Ospek ini adalah pesta pora mahasiswa dengan maksud mengintegrasikan cara-cara tertentu pada bendak mahasiswa baru dengan harapan agar linkungan yang berbeda dan karakter sosial yang berbeda dapat dipertahankan sebagaimana mestinya. Kedua pendapat tersebut tentunya adalah harapan ideal yang menjadi tugas inti dari Ospek tersebut. Namun pada kenyataannya ada asumsi lain yang secara jelas dan terbukti bahwa ospek hanya menyisakan kekerasan yang sama sekali tidak mendidik.

Sudut pandang tersebut diatas adalah sebagaian dari banyak pendapat mengenai Ospek. Pada dasarnya masih ada unsur kekerasan yang secara sporadis dan  tanpa pertimbangan dilakukan demi kepentingan-kepentingan individual yang sulit untuk di identifikasi lebih akurat.

Permasalahan kekerasan pada kegiatan ospek merupakan hal besar yang mesti diselesaikan dengan sangat hati-hati. Walaupun kekerasan pada siswa bukan hanya terjadi pada saat ospek saja. Permasalahan ini lebih mirip saat banyak pihak tertarik pada pembahasan tauran siswa anatar sekolah yang hingga kini penyelesaiannya masih setengah hati. Begitu juga dengan Ospek yang secara jelas bahwa kegiatan ini adalah kegiatan formal yang diselenggarakan oleh pihak kampus.
Keterlibatan banyak pihak dalam penyelesaian lebih pada pengembangan ide dan pengembangan system yang berlaku. Hal tersebut berjalan dengan sangat lambat sehingga kekerasan-kekerasan yang tidak perlu selalu saja terjadi setiap tahun. Pada dasarnya banyak pihak pula yang tidak memahami kriteria dan definisi kekerasan yang lebih baik. Karena tindakan seperti menyentak dengan nada keraspun masih banyak yang beranggapan bahwa hal tersebut masuk dalam kriteria kekerasan. Padalah tindakan menyentak tidak hanya terjadi pada Ospek saja. Masih banyak momentum lain yang sulit dipisahkan antara kekerasan yang tidak perlu dengan pendidikan.

Aspek lain yang perlu dipahami adalah bahwa Ospek adalah pendidikan dan bukan sekedar tradisi yang dipercaya lebih kuat pengaruhnya. Namun ide stersebut sangat sulit dipecahkan karena penyelesaiannya harus dilakukan secara hati-hati pula.

Kisah-kisah kekerasan masa lalu masih membekas pada benak kita. Banyak persepsi pada aspek moralitas dan kaitannya terhadap gaya pendidikan militer yang dihubungkan dengan tujuan-tujuan sepihak. Hal itu sekedar spekulasi yang dipertimbangkan berdasarkan pengalaman yang kurang juga sumberdaya manusia yang cenderung tidak begitu merata. Baik kekerasan ataupun cara berfikir, tentunya kita tidak serta merta menyalahkan Ospek saja dan tidak serta merta menyalahkan permasalahan yang terjadi di masa lalu. Karena Ospek ibarat Bus dengan sopir amatir sehingga membahayakan penumpangnya. 

Comments