KOMPAS.com — Peneliti di Yokohama City University berhasil membuat sperma tikus dan menggunakannya untuk menghasilkan keturunan. Ini merupakan sebuah perkembangan yang kelak mungkin dapat menolong pria mandul.
Sperma itu ditumbuhkan di luar tubuh tikus menggunakan jaringan berisi sel induk sperma, disebut spermagonia, yang diambil dari bayi-bayi tikus. Para ilmuwan dari Jepang tersebut lalu mengembangkan sel menjadi sperma menggunakan bahan-bahan kimia yang meniru lingkungan alami tempat mereka tumbuh.
Cairan campuran bahan-bahan kimia tersebut disebut knock out serum replacement (KSR). Formula ini digunakan untuk menjaga agar sel induk tidak berubah. Di sini, Takehiko Ogawa, profesor urologi dari Jepang, mendapati efek yang berlawanan. Ia dan rekan-rekannya mendapati spermagonia berubah menjadi sperma dewasa.
"Kami belum dapat faktor kunci yang membuat KSR bekerja seperti itu," aku Ogawa. "Ini jadi tantangan kami berikutnya. Kami akan menentukan faktor itu dan membuat media yang lebih baik untuk mengembangkan sperma berkualitas," lanjutnya.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada harapan bagi para pria mandul dan bocah lelaki yang sedang menjalani kemoterapi. "Ketika orang sedang dirawat akibat kanker, kemungkinan mereka jadi tak subur sangat besar," urai Martin Dym, profesor biokimia dari Georgetown University.
Pada pria dewasa, menurut Dym yang tidak turut dalam studio, sperma bisa dibekukan sebelum perawatan. "Pada anak-anak, kita tidak bisa melakukan itu. Namun, mereka punya sel testis. Kalau kita bisa kembangkan, mereka bisa digunakan untuk membuat pembuahan di luar rahim," Dym menjelaskan lebih lanjut.
Meski demikian, konsekuensi kesehatan pembuatan sperma di luar tubuh ini masih perlu diperhatikan. Steve Krawetz, profesor kebidanan dan ginekologi dari Wayne State University, mengatakan bahwa pembuatan sperma dari sel batang bisa menghasilkan perubahan pada DNA yang membuat sel rentan terhadap berbagai faktor lingkungan. "Perubahan itu bisa berdampak buruk dan diturunkan pada generasi berikutnya," kata Krawetz.
Walaupun demikian, Krawetz mengakui bahwa sistem ini fantastis. "Ini langkah maju yang besar," katanya. (National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)
Comments
Post a Comment
Kirim komentar dan berlangganan. Agar kami dapat menjawab pertanyaan anda. Saran, Kritik dan Pertanyaan sangat membantu kami dalam mengembangkan Blog ini.