Oleh Agnes Aristiarini
KOMPAS.com - Sekali lagi, secercah sinar muncul di ujung lorong ketika tim robot Indonesia menjadi pemenang dalam Kontes Robot Trinity College di Hartford, Connecticut, Amerika Serikat, pekan lalu.
Selamat kepada tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Komputer Indonesia (Unikom) yang mencipta robot-robot unggul di antara 135 robot dari sejumlah negara.
Sayang, tak banyak liputan media tentang keberhasilan mereka. Kilaunya tertutup pemberitaan selebriti dadakan Briptu Noorman Camaru, serbuan ulat bulu, dan heboh Malinda Dee. Apalagi setelah bom meledak di Cirebon, makin senyap saja prestasi ini dari muka publik.
Padahal, tim Indonesia sungguh luar biasa. Dengan syarat robot bergerak otonom—tidak menggunakan remote control, joystick, ataupun bantuan manual—tim ITB memenangi kategori fire fighting (memadamkan api) untuk robot berkaki dan UGM robot beroda serta Unikom pada kategori robo-waiter (robot pramusaji) untuk kelas pemula dan lanjutan.
Dalam situs resmi Trinity College disebutkan, robot pemadam api yang ke depan bisa membantu memadamkan kebakaran dan mencari korban yang terjebak kobaran api harus bisa mencari dan memadamkan lilin yang menyala. Sementara robot pramusaji untuk membantu warga usia lanjut harus bisa menyajikan makanan dalam piring.
Kontes robot tahunan tersebut tahun ini sudah berlangsung untuk ke-18 kali. Di sinilah komunitas penggemar robot berlomba, bertukar pengalaman, dan menimba pengetahuan langsung dari ahlinya.
Sejarah robot
Kata robot sebenarnya baru muncul dalam kosakata bahasa Inggris awal abad ke-20. Berasal dari bahasa Ceko "robota" yang berarti melayani, pekerja paksa, kata ini muncul dalam drama RUR (Rossum's Universal Robot) karya sastrawan Ceko, Karel Capek, 1921.
Robot—kini berarti mesin yang bisa beroperasi sendiri—makin populer setelah pengarang fiksi ilmiah Isaac Asimov menggunakan kata itu dalam cerita pendeknya, Liar, 1942.
Meski manusia telah menciptakan benda- benda bermesin seiring dengan perkembangan peradaban, robot yang otonom baru muncul pada pertengahan abad ke-20. Disebut Unimate, robot pertama yang dioperasikan secara digital ini mulai beroperasi pada 1961 untuk mengangkat logam panas pada mesin cetak.
Kini robot industri berkembang di mana-mana: dari membantu operasi, membangun pesawat, hingga mengeksplorasi Bumi dan antariksa. Tugas utamanya adalah membantu manusia menyelesaikan pekerjaan dari yang massal dan membosankan hingga yang memerlukan akurasi tinggi dan membahayakan jiwa pekerja manusia.
Namun, arah pengembangan robot bisa berbeda-beda. Jepang, misalnya, lebih banyak berkutat pada robot-robot untuk teman manusia. Ini berarti fokus pada pengembangan artificial intelligence alias kecerdasan buatan dengan cara berpikir dan bersifat mirip makhluk hidup, terutama manusia.
Jepang adalah bangsa yang senang hidup bersama mesin pintar, seperti yang tergambar dalam komik-komiknya. Komik legendaris Doraemon, misalnya, menceritakan robot masa depan yang datang membantu tokoh Nobita pada masa sekarang.
Dalam dunia nyata ada robot anjing untuk menemani anak-anak dan orang usia lanjut. Selain itu ada Asimo, robot humanoid—mirip manusia—paling canggih dari Honda yang tahun lalu merayakan 10 tahun ”kelahiran”.
Singkatan dari advanced step in innovative mobility atau langkah lanjut dari pergerakan yang inovatif, Asimo berbentuk dan bertingkah laku seperti manusia. Ia bisa berjalan, naik-turun tangga, bersalaman, dan mengingat manusia dari wajah dan suaranya.
Di Amerika Serikat, Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) mengembangkan robot untuk mengeksplorasi antariksa. Canadarm, lengan robot di pesawat antariksa, berfungsi menggerakkan obyek-obyek besar. Ketika teleskop antariksa Hubble rusak, astronot menggunakan Canadarm untuk memperbaikinya. Canadarm juga membantu astronot berjalan-jalan di antariksa.
NASA masih memiliki robot Spirit dan Opportunity untuk menjelajah Planet Mars. Demikian pula dengan Cassini yang bertugas mengamati Planet Saturnus, termasuk cincin dan bulan-bulannya, atau Voyager dan Pioneer yang kini tengah berkelana di luar sistem tata surya kita.
Kembangkan bionik
Laboratorium-laboratorium di luar NASA mengembangkan robot untuk membantu manusia yang menjadi tak lengkap karena kecelakaan atau bawaan lahir. Majalah National Geographic edisi Januari 2010 mengupas tuntas manusia bionik ini: manusia yang sebagian tubuhnya diganti dengan perangkat robot.
Gabungan dari kata biologi dan elektronik, bionik adalah sistem mekanik yang berfungsi seperti organ atau anggota tubuh makhluk hidup. Mulai dari tangan, kaki, pendengaran, hingga penglihatan, semua bisa diperbaiki.
Kalau lengan manusia memiliki sekurangnya 22 gerakan dan prostesis biasa hanya tiga gerakan, lengan bionik Proto-1 punya tujuh gerakan dan berlipat tiga pada prototipe selanjutnya. Lengan bionik digerakkan dengan memanfaatkan fenomena Phantom— perasaan bahwa anggota tubuh masih utuh pada mereka yang diamputasi karena memori di otak ternyata tidak hilang—seperti otak memerintah anggota tubuh.
Di AS, Amanda Kitts (41) yang lengan kirinya harus diamputasi gara-gara kecelakaan mobil tahun 2006 bisa mengoleskan mentega ke roti dan bersalaman lagi dengan murid-muridnya setelah mendapat lengan bionik. Jo Ann Lewis (80) yang matanya dipasangi perangkat elektronik kembali melihat. Sementara Aiden Kenny (2,5) bisa menjawab ibunya setelah telinganya dipasangi elektroda.
Apakah ke depan robot lebih menguasai kehidupan seperti yang banyak ditakutkan orang? Dalam cerita pendek Runaround (1942), Isaac Asimov menjawab dengan tiga aturan robot. Pertama, robot tak boleh mencelakakan manusia. Kedua, robot menaati perintah manusia kecuali berlawanan dengan aturan pertama. Ketiga, robot menjaga eksistensinya tanpa menentang aturan pertama dan kedua.
Comments
Post a Comment
Kirim komentar dan berlangganan. Agar kami dapat menjawab pertanyaan anda. Saran, Kritik dan Pertanyaan sangat membantu kami dalam mengembangkan Blog ini.